Kamis, 16 Agu 2018
eksposnews.com

Mantan Ketua BPPN Memiliki Perkebunan Sawit

Oleh: marsot
Senin, 30 Jul 2018 21:01
BAGIKAN:
marsot
Kebun Sawit.
JAKARTA (EKSPOSnews): Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung disebut memiliki 10 perusahaan setelah tidak lagi menjabat sebagai Ketua BPPN pada 2004.

"Semuanya dimiliki oleh Pak Syafrudiin, saya sebagai direktur di sana," kata saksi Alex Haryono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin 30 Juli 2018.

Alex bersaksi untuk teman kuliahnya di ITB, Ketua BPPN 2002 s.d. 2004 Syafruddin Arsyat Temenggung yang menjadi terdakwa bersama-sama dengan Dorodjatun Kuntjoro-Djakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) serta pemilik Bank Dagang Negarai Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan Itjih S. Nursalim dalam perkara dugaan korupsi penerbitan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham yang merugikan keuangan negara Rp4,58 triliun.

Kesepuluh perusahaan yang diakui dimiliki oleh Syafruddin dan menempakan Alex sebagai direktur, yaitu (1) PT Kurnia Cipta Pratama di bidang kelapa sawit, (2) PT Karima Megah Sentosa di bidang kelapa sawit (3) PT Teguh Karsa Wahana, (4) PT Fortius Development Properti yang akan membangun perumahan di Tangerang Selatan namun masih mengurus izin, (5) PT Fortius Invesment Asia di bidang investasi, (6) PT Putra Ciptra Pratama.

Selanjutnya, (7) PT Fortius Management Grup yang rencananya membangun mikrohidro di kabupaten Lampung namun masih mengurus izin, (8) PT Fortius Green Energy yang rencananya membangun pembangkit listrik di kabupaten Deli Sumatera Utara tapi masih mengurus izin, (9) PT Megah Asia Raya yang akan mengolah kelapa sawit di kabupaten Musi Banyuasin, dan (10) PT Megah Jaya Mandiri yang juga masih mengurus perizinan.

"PT Kurnia Cipta Pratama adalah perusahaan yang kami beli sahamnya, memang 'core' kami itu pabrik kelapa sawit, properti dan hotel, lalu kami juga mencoba mengembangkan kegiatan-kegiatan lain. Akan tetapi, beberapa kegiatan di luar 'core' itu banyak terhenti karena berbagai regulasi seperti pembangkit mikrohidro," ungkap Alex Jaksa penuntut umum KPK Haerudin bertanya, "Bagaimana cara saudara mengelola semua perusahaan itu sebagai?" "Itu semua yang saya pegang belum operasional, dari 10 itu saya masuk hanya yang di kebun sawit, lainnya masih dalam tahap perizinan," jawab Alex yang mengaku menjadi direktur di 10 perusahaan tersebut.

"Pertanggungjawaban saudara kepada siapa?" tanya jaksa Haerudin.

"Ke pemegang saham, kepada Pak Syafruddin," jawab Alex.

Menurut Alex, perusahaan-perusahaan itu mempekerjakan sekitar 50 orang pegawai.

Terhadap kesaksian Alex tersebut, Syafruddin mengaku bahwa dirinya memang membuat kelompok usaha dengan Alex.

Setelah berhenti menjadi PNS 2004, Syafruddin pada tahun 2006 membuat grup perusahaan Fortius dan Achea.

"Saya kira bukan hanya delapan perusahaan, melainkan 14 perusahaan, yang pertama dikembangkan kebun sawit 2007 s.d. 2013," katanya.

Ia melanjutkan, "Kami jual karena tidak cocok di kebun sawit jadi ke properti. Perusahaan memang banyak tetapi ada tiga perusahaan di mikrohidro sampai sekarang sudah 5 tahun belum jalan, jadi banyak sekali ada yang belum beroperasi." Dalam dakwaan disebutkan Syafruddin memerintahkan anak buahnya membuat verifikasi utang tersebut dan berkesimpulan seluruh utang "sustainable" dan "unstainable" adalah Rp3,9 triliun dengan kurs Rp8.500,00/dolar AS pada tanggal 21 Oktober 2003 yang dilaporkan dalam rapat terbatas pada tanggal 11 Februari 2004 yaitu utang yang dapat ditagih kepada petambak Rp1,1 triliun dan utang tak tertagih Rp2,8 triliun.

Bahkan, pada tanggal 13 Februari 2004 di bawah kepemimpinan Dorodjatun, KKSK menyetujui penghapusan utang PT DCD dan PT WM sehingga tinggal utang petambak senilai Rp1,1 triliun dengan perincian utang petambak menjadi Rp100 juta/petambak dikalikan 11.000 petambak dari tadinya utang Rp135 juta/petambak.

Belakangan saat dijual kepada investor, dana untuk negara tinggal Rp220 miliar karena Rp880 miliar dipergunakan sebagai utang baru petambak, yaitu Rp80 juta/petambak sehingga pendapatan negara yang seharusnya Rp4,8 triliun menjadi tinggal Rp220 miliar atau negara dirugikan Rp4,58 triliun berdasarkan audit investigasi BPK RI.

Sumber: antaranews.

  Berita Terkait
  • 7 bulan lalu

    Jambi Akan Remajakan Perkebunan Sawit

    JAMBI (EKSPOSnews): Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Agusrizal mengatakan target peremajaan tanaman sawit pada tahun 2018 di provinsi itu seluas 20 ribu hektare pada enam kabupaten."Sesuai prog

  • 10 bulan lalu

    Kenaikan UMP Beratkan Perusahaan Sawit

    BANJARMASIN (EKSPOSnews): Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalimantan Selatan Sri Kusmaningsih mengatakan kenaikan UMP hingga 8,71 persen cukup memberatkan pengusaha terutama untuk sek

  • tahun lalu

    Moratorium Perkebunan Sawit Masih Lanjut

    LHOKSEUMAWE (EKSPOSnews): Bupati Aceh Utara, Provinsi Aceh Muhammad Thaib, masih tetap memberlakukan moratorium bagi izin pembukaan perkebunan kelapa sawit hingga waktu yang tidak ditentukan di wilaya

  komentar Pembaca

Copyright © 2009 - 2018 eksposnews.com. All Rights Reserved.

Tentang Kami

Redaksi

Pedoman Media Siber

Disclaimer

Iklan

RSS

Kontak

vipqiuqiu99 vipqiuqiu99